Sabtu, Februari 19, 2011

Untuk kesekian kalinya, sampah!


Jikalau melewati pencarian di google, kata sampah ini banyak memberikan hasil. Tak kurang dicatat 9,850,000 entry, dicatat google dalam tempo 0.09 detik. Lewat internet pula, kita bisa memperoleh bermacam ilmu untuk mengatasi masalah sampah, yang cenderung memberikan efek negative buat kehidupan manusia. Padahal sampah itu hasil dari manusia juga bukan? Kok bisa menjadikan masalah buat manusia itu sendiri.
Kalau menurut saya, sampah juga berkaitan erat dengan gaya hidup manusia. Kalau mau melihat ke masa lalu, sampah hasil aktifitas manusia, masih relative tidak membuat masalah. Bungkus makanan misalnya, di masa kakek-nenek kita, daun pisang sudah menjadi pembungkus makanan yang popular. Atau jikalau anda penyuka nasi pecel, daun jati-pun bisa menjadi pembungkus dan malah menjadikan aroma nasi pecel yang dibungkusnya menjadi khas. PIlihan pembungkus lainnya, misalnya daun kelapa yang masih muda, atau beberapa jenis daun lainnya yang di masa lalu dimanfaatkan secara rutin sebagai pembungkus makanan. Kesemua bungkus makakan yang saya sebut diatas, jikalau dibuang begitu saja diatas tanah, niscaya tidak akan menjadi masalah, karena akan mudah membusuk.

Nah, perkembangan gaya hidup yang berjalan seiring perkembangan teknologi, juga menjadikan bentuk sampah manusia juga semakin kompleks. Penemuan kemasan yang dianggap lebih praktis, seperti bentuk plastic, dan Styrofoam, menjadikan dunia sampah manusia juga semakin “berwarna”. Jumlah manusia yang hidup di muka bumi juga semakin bertambah, yang sekaligus membuat jumlah sampah juga semakin menggunung. Bumi pun semakin “kebingungan” dengan jumlah sampah manusia, terlebih, manusia sang pembuang sampah sendiri juga tidak memiliki kemauan untuk sekedar mengolah sampahnya secara mandiri, Terus terang, kemampuan bumi dalam mengolah sampah, masih sangat jauh lebih kecil daripada kemampuan manusia dalam menghasilkan sampah.
Yah, saya tidak mau terlalu jauh menyeberang ke wilayah yang diluar dapur, dan sumur saya. Cukup saya mulai dari aksi kecil dari dapur, dengan memilah sampah hasil belanjaan saya di pasar, antara yang organis dengan yang organik. Sederhananya, sampah yag masih bisa diolah mekanisme bumi menjadi bahan organik, dengan sampah yang sulit terurai (bisa dibaca terdegradasi) tanah, misalnya plastic, kertas, dan karet. Suami sudah membuatkan untuk saya, lubang kecil di tanah belakang rumah, untuk menjadi tempat buangan sampah organik saya. Selebihnya, sampah yang non organic, dibawa pak tukang sampah keliling kompleks perumahan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

blog walking :)
tulisannya keren :)